Sejumput Kekecewaan pada Balon

Sore menjelang magrib, ketika saya mampir di sebuah warung makan kecil dekat jembatan antara Desa Alindau dan Oti Kecamatan Sindue Tombusabora. Selama tiga hari, dari 11-13 juni 2008, saya memang menyusuri pelosok-pelosok wilayah Pantai Barat untuk mengetahui respon pemilih terhadap Pilkada Donggala. 

“Ibu sudah tahu akan ada pemilihan kepala daerah di Kabupaten Donggala ?” tanya saya kepada pemilik warung, setelah beberapa saat ngobrol bebas mengakrabkan suasana. Ibu muda beranak dua ini, tersenyum menganggukkan kepalanya. “Iya, sudah banyak calon kemari bawa gambar. Ada juga yang minta KTP dan tanda tangan.”

“Ibu mengenal calon-calon itu?” tanya saya melanjutkan. Sang ibu diam sejenak, berusaha mengingat calon-calon yang dikenalnya. Sesaat kemudian, meluncurlah beberapa nama dari mulutnya. Ada bakal calon (balon) dari Parpol, ada juga dari balon perseorangan. Tapi sebagian besar balon yang disebutnya berasal dari wilayah Pantai Barat.

“Bagaimana pendapat ibu tentang calon-calon itu. Siapa yang didukung?”

“Bingung. Semuanya susah dipercaya.” Jawabnya sinis.

Sikap serupa hampir mirip-mirip dengan sikap beberapa warga dari 10 desa yang saya singgahi. Mereka umumnya menunjukkan kekecewaan terhadap balon-balon yang ada, khususnya balon dari wilayah Pantai Barat sendiri. Seorang tokoh masyarakat di salah satu Desa di Kecamatan Sirenja umpamanya, sangat memendam kecewa terhadap tokoh-tokoh Pantai Barat yang saat ini digadang-gadang sebagai balon. “Mereka itu hanya bisa kasi janji-janji. Buktinya, memperjuangkan pemekaran Kabupaten Pantai Barat saja mereka tidak mampu,” ketusnya.

Kekecewaan serupa juga muncul dari warga dua dusun pegunungan di bagian timur Tompe. Dua dusun berpenduduk kurang lebih 200 KK ini, malah mengancam akan memilih gabung ke Kabupaten Parigi Moutong jika jalan ke dusunnya belum juga dibangun. Pembangunan infra struktur, terutama jalan memang menjadi alasan lain tumbuhnya rasa kecewa masyarakat Pantai Barat terhadap balon-balon, baik yang sedang menjabat maupun mantan pejabat. Track record mereka seolah-olah tertanam dimemori kolektif masyarakat.

Sebenarnya, dari semua balon asal Pantai Barat, ada dua nama yang awalnya cukup mendapat apresiasi di desa-desa yang saya singgahi. Satu balon parpol dan satu lagi balon perseorangan. Sayangnya, apresiasi itu perlahan memudar ketika sang balon memutuskan nama pasangannya. Padahal dari sisi ketokohan, popularitas mereka tak diragukan: satu mantan pejabat di salah satu kecamatan, satu lagi keluarga dekat tokoh yang lagi menjabat di Sulteng.

Tapi begitulah, logika politik masyarakat Pantai Barat rupanya berkata lain. Ketokohan memang perlu, tapi integritas dan track record balon lebih menentukan. Dalam konteks ini, maka tugas politik terberat yang masih harus dilakukan para balon ke depan adalah setting politik pencitraan yang tidak bombastis tapi menyentuh. (Nasution Camang).

Satu Tanggapan

  1. Salam…

    Aku tunggu Up Date nya ya bro… Aku lagi di luar pulai nih…
    Jadi Mohon Info seputar pilkada Donggala.. Ok..

    Sukses terus…

    Salam Revolusi…

    Hidup Rakyat…

    Salam….

Tinggalkan komentar