Arahan Datang Kades pun Takut

Dibanding pilkada Parigi Moutong, pilkada Donggala menyimpan keistimewaan. Dibukanya kesempatan bagi calon (balon) perseorangan berkompetisi dengan calon Parpol adalah keistimewaan itu. Dalam catatan saya, ada lima pasangan balon perseorangan yang sudah mendeklarasikan diri: Aristan-Mutmainah Korona, Datu Wajar Lamarauna-Usman Kulase, Abubakar Aljufri-Taufik M. Burhan, Agus Lamakarate-Kasim Yahya, serta Ali Hanafi Ponulele – Sudarmono Sarimin.

Tim sukses kelima pasangan balon perseorangan ini tentu saja sedang gencar-gencarnya memobilisasi dukungan di desa-desa sejak beberapa bulan lalu. Malah beberapa balon sudah memulainya setahun lalu. KTP penduduk atau Surat Keterangan Domisili menjadi target yang harus dikumpulkan. Jumlahnya mesti mencapai minimal lima persen dari total jumlah penduduk Kabupaten Donggala. Maklum, aturan mengharuskan begitu.

Lantas, bagaimana respon Kepala Desa menghadapi maraknya permintaan dukungan para balon itu? Inilah yang menjadi salah satu fokus perhatian saya selama melakukan perjalanan jurnalistik mengamati respon arus bawah terhadap Pilkada Donggala.

Dari beberapa Kepala Desa yang sempat saya temui, mereka pada dasarnya memiliki respon berbeda satu sama lain. “Saya tidak mau mempersulit. Kalau memang masyarakat bertanda tangan di formulir dukungannya, saya akan memberikan Surat Keterangan Domisili tanpa dipungut bayaran,” kata salah seorang kepala desa di Kecamatan Sindue. Sikap yang hampir sama ditunjukkan oleh beberapa Kepala Desa di Kecamatan Sirenja dan Kecamatan Palolo. Mereka malah mendistribusikan dukungan secara adil, untuk menghindari dukungan ganda.

Tetapi tidak sedikit juga kepala desa yang mengambil kesempatan, memungut biaya administrasi untuk setiap lembar Surat Keterangan Domisili. Nilainya bervariasi antara Rp 1000 hingga Rp 25.000. Seorang Pejabat Kades di Kecamatan Sindue adalah salah satu contoh yang mematok biaya Rp 25.000 untuk setiap lembar Surat Keterangan Domisili, tanpa bisa ditawar. Untungnya, beberapa kepala desa masih bersedia negosiasi harga.

Menariknya, ada salah seorang kepala desa di Kecamatan Marowola bersedia tidak memungut biaya pembuatan Surat Keterangan Domisili, padahal sebelumnya berkeras mematok harga Rp 5000. “Setelah mendengar visi-misi dan program saya, Pak Kepala bilang, Bismillah bawa kemari surat keterangan domisi itu saya tanda tangani,” cerita salah seorang Balon Perseorangan.

Sayangnya, tidak semua kepala desa memiliki kesadaran serupa. Banyak yang tidak mau mengeluarkan Surat Keterangan Domisili meskipun disertai biaya administrasi. Alasannya ? Sudah diinstruksikan dari kecamatan. Ada juga yang takut terjadi dukungan ganda jika mengeluarkan Surat Keterangan Domisili. “Nanti saya dipenjara, kalau terjadi dukungan ganda” kata salah seorang Kepala Desa di Kecamatan Dolo Selatan sebagaimana dituturkan tim sukses salah seorang Balon. Ada juga Pejabat Kepala Desa yang takut mengeluarkan Surat Keterangan Domisili karena di ancam berkas untuk menjadi PNS akan ditahan oleh Camat. Maklum Pejabat Kades ini adalah Sekretaris Desa yang terpaksa menjadi pejabat Kades karena Desanya sedang menyelenggarakan pilkades. (Nasution Camang).

Satu Tanggapan

  1. Bisa minta foto para calon bang…

    Aq penasaran banget nih ma calon pemimpin kita yang gagah berani menawarkan diri dalam membangun Donggala…

Tinggalkan komentar